25 Juli 2008

Pakailah Celanamu!

Dewasa ini banyak berkembang beberapa video maupun foto-foto yang menampilkan ketertelanjangan anak-anak manusia. Mereka ini bahkan dengan tanpa malu-malu berpose sedemikian rupa agar segala yang ingin ditonjolkan dari dirinya ini nampak jelas dan dapat dinikmati oleh orang banyak. Hingga pada suatu saat, mereka ini justru merasa bangga dengan tampilan yang 'ala kadarnya' itu. Tampilan yang sangat membuat jakun laki-laki naik turun dan membuat selaput mata kaum adam tidak rela untuk terkatup sedetikpun. Seolah ini semacam hipnotis atau sihir yang mampu memengaruhi kaum adam ini untuk tetap teguh dengan memandangi pose-pose yang sangat 'polos' itu.

Melihat kenyataan ini, saya lantas berpikir. Kenapa hal ini semakin menggila? Trend-kah? Atau hanya sebuah euforia belaka? Atau jangan-jangan memang itu sudah merupakan sebuah rangkaian panjang dari sebuah mata rantai sejarah masa lalu? Kalau memang iya, itu artinya kita tidak pernah melakukan perubahan terhadap peradaban dunia. Dan cenderung hanya mengulangi sejarah masa lampau dengan hasil-hasil peradabannya.

Di sisi lain, ketika banyak orang membincangkan hal ini sebagai trend yang berkembang di masyarakat akibat kemajuan teknologi yang memberikan kemudahan bagi umat manusia yang disalahgunakan, nampaknya anggapan yang demikian ini justru hanya mendangkalkan aras pemikiran yang lebih cerdas. Lebih-lebih dengan mengkaitkan masalah moral. Ini hanya semacam omong kosong yang siap dibuang ke dalam tong sampah. Sebab, pada prinsipnya kemajuan teknologi tidak pernah memberikan ruang bagi kebobrokan moral. Logikanya, justru teknologi hadir sebagai fasilitas yang memberikan kemudahan bagi umat manusia untuk dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari. Itu artinya, penciptaan atau dalam setiap temuan baru mengenai perkembangan teknologi, didasari prinsip moral yang sangat luar biasa. Coba bayangkan, kalau tidak ada James Watt, mana ada kita akan kenal dengan yang namanya mesin uap? Begitu pula jika Einstein tidak memikirkan tentang sesuatu yang pada mulanya dianggap sia-sia belaka, tentunya kita tidak pernah mengenal apa itu energi nuklir? Dalam hal ini, ingin saya sampaikan, sebuah karya jenius--apapun bentuknya--merupakan hal yang patut kita syukuri bukan kita hujat. Kalau toh kemudian muncul penyalahgunaan, itu artinya orang-orang yang bersangkutan ini telah melakukan sebuah dosa terhadap sang kreator. Mereka-mereka ini justru tidak bersyukur sudah diberi kemudahan melalui tangan-tangan dan otak-otak yang luar biasa cerdas ini. Atau malah terlalu bersyukur sehingga lupa kacang akan kulitnya. Artinya mereka yang melakukan penyalahgunaan hasil pemikiran orang-orang hebat ini lupa tanggung jawabnya atas anugerah yang dilimpahkan Tuhan yang telah menciptakan manusia-manusia yang mungkin terlalu sedikit jumlahnya ini di dunia.

Kalau ini kemudian dianggap euforia, saya justru akan menanyakan. Euforia macam apa? Justru akan lebih tepat bila ini digolongkan sebagai ketidaksiapan umat manusia untuk menerima pemikiran orang-orang yang melampaui zamannya. Sebuah pengingkaran ketidakmampuan manusia-manusia yang biasa-biasa saja, yang tidak mampu mengembangkan teknologi. Dengan kata lain, ini sebuah bentuk kebodohan.

Nah, kalau begitu beberapa orang-orang penting di negeri ini yang sempat melakukan 'khilaf' itu bodoh dong? Ya memang! Kebodohan mereka ini memiliki pasal berlapis. Pertama, jika dikaitkan dengan masalah pengulangan peradaban, maka sebenarnya mereka ini justru orang paling bodoh sedunia. Bagaimana tidak, mereka ini kan seharusnya menjadi pioner atau katalisator dari perubahan zaman. Mereka pula yang seharusnya merumuskan dan mengarahkan bentuk-bentuk perubahan peradaban zaman yang tentunya lebih maju. Namun ironisnya, justru mereka mengalami pendangkalan pola pikir dalam melakukan terobosan-terobosan zaman. Mereka gagal membangun diri mereka sebagai figur yang mempunyai integritas serta desikasi terhadap kemajuan bangsa. Lah ini, kok malah bikin ulah dengan memotret atau bahkan merekam adegan 'blak-blakan' mereka sendiri?

Kedua, manakala hal tersebut dikaitkan dengan ketidaksiapan atau kekagetan mereka dalam menerima perkembangan zaman, maka mereka inilah tokoh-tokoh yang semestinya tidak kaget atau harus siap menerima apapun. Kok mereka ini malah justru memperlihatkan ketololan mereka dengan bangga? Buka-bukaan di kamar hotel, main kuda-kudaan di spring bad hotel, kemudian yang paling tolol lagi, mereka selalu berdalih 'itu sudah lama sekali dilakukan' atau 'itu bukan saya itu orang lain'. Lah sudah tahu akan malu eh, ini malah bikin malu sendiri? Dan yang lebih memilukan lagi ternyata mereka ini orang yang secara tidak langsung menunjukkan dirinya sebagai orang yang gagal produk dalam memanfaatkan teknologi. Lah masih kaget begitu?

Ah, mungkin benar pula yang dituliskan Taufiq Ismail dalam puisinya 'Malu [Aku] Jadi Orang Indonesia'. Bagaimana tidak, pejabatnya nggak tahu malu begitu. Kan akhirnya rakyat yang harus menanggung malu pejabat yang tolol itu. [Robert Dahlan Al Sadani]

Galeriku

Berikut adalah galeri desain dan beberapa lukisan saya....